Mengenal authoritarian parenting, Pola Asuh Kontroversial untuk Membuat Anak Sejalan dan Terkendali
Pola asuh otoriter (authoritarian parenting) adalah pola asuh dimana orang tua berperan sebagai pemegang kendali dalam proses tumbuh-kembang anak. Orang tua dengan pola asuh otoriter cenderung menuntut anak untuk mengikuti semua perintah dan larangannya, dengan kata lain anak harus menuruti keinginan orang tuanya.
Ciri orang tua dengan pola asuh otoriter yaitu keras, memaksa dan kaku. Orang tua selalu menuntut anaknya untuk tunduk dan patuh. Mereka mengharapkan anak-anaknya untuk mengikuti aturannya tanpa diskusi dan kompromi.
Ketika sang anak melakukan kesalahan, orang tua kerap kali tidak dapat menahan emosinya dan marah. Bahkan tak jarang terjadi, orang tua melakukan hukuman fisik saat anak melakukan suatu hal yang tidak sesuai dengan keinginannya.
Oleh karenanya, pola asuh otoriter ini banyak menuai kontroversi dan pro kontra di masyarakat.
Sisi positif dari pola asuh otoriter ini adalah anak tumbuh menjadi pribadi yang disiplin dan menetapkan batasan. Anak yang dibesarkan dalam pola asuh otoriter seringkali memiliki perasaan benar dan salah yang kuat serta mereka memahami konsekuensi ketika melanggar peraturan. Hal ini dapat mengembangkan pengendalian diri dan sikap disiplin, yang mana dua hal tersebut dapat bermanfaat dalam banyak hal di kehidupan.
Selain itu, anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter dimungkinkan memiliki respek yang lebih besar terhadap figur otoritas dan aturan masyarakat. Hal ini dapat membantu mereka mengendalikan situasi sosial dengan lebih efektif serta dapat menghasilkan nilai akademik dan karir yang baik dalam jangka panjang.
Terlepas dari manfaat potensial pola asuh ini, terdapat beberapa kelemahan yang dapat menimbulkan efek negatif dalam jangka panjang. Contohnya anak memiliki perasaan tidak mampu melakukan sesuatu secara mandiri serta mengambil keputusan sendiri dalam menghadapi suatu masalah.
Selain itu, mereka akan merasa tidak percaya diri dan selalu membutuhkan izin dari orang tua ketika akan melakukan sesuatu. Hal tersebut bisa disebabkan karena anak tidak mendapat dukungan serta kehangatan emosional yang dibutuhkan anak untuk merasa dicintai dan dihargai.
Anak yang dibesarkan dalam rumah tangga otoriter juga dimungkinkan memiliki tingkat kecemasan, depresi dan stress yang lebih tinggi dibandingkan anak yang dibesarkan dengan pola asuh lain. Mereka mungkin juga berjuang dengan keterampilan sosial, termasuk rasa empati, kemampuan kerja sama dan juga pemecahan konflik.
Dengan demikian, meskipun pola asuh otoriter memiliki manfaat seperti melatih kemandirian dan disiplin, namun dampak negatif dari pola pengasuhan ini juga sangat penting untuk diperhatikan. Daripada menggunakan pola asuh yang kaku, orang tua harus berusaha menjadi fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan anak mereka.
Orang tua dapat memasukkan poin-poin pengasuhan otoriter seperti menetapkan aturan dan ekspektasi yang jelas, sambil lalu memberi dukungan dan kehangatan emosional. Misalnya tidak hanya menuntut agar anak menjadi patuh, orang tua juga dapat menjelaskan alasan di balik peraturan yang dibuat dan memberikan penguatan positif saat anak berperilaku baik.
Selanjutnya tujuan mengasuh anak adalah membesarkan mereka secara emosional, percaya diri dan mandiri. Orang tua juga menanamkan sikap disiplin serta memberikan dukungan yang positif agar anak dapat berkembang menjadi orang dewasa yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dan mampu menghadapi kerasnya dunia dengan percaya diri dan ketahanan mental. (*)
Komentar
Posting Komentar